
LENSANAGA.ID, LENSA SEJARAH-Sesama paham kiri pun tidak saling akur. Kiri yang berafiliasi pada paham sosialis, komunisme Marxisme…sesampai di dapur para kaum pergerakan bangsa Indonesia, udah di racik berdasarkan kepentingan politik mereka.
Sebuah Paham atau ideologi jika masih berada dalam ranah pemikiran ansich belum merupakan ancaman.
Tetapi ketika mereka telah di jadikan sebagai ideologi politik dan azas partai politik maka yang terjadi adalah realitas rivalitas atau persaingan.
Sukarno sejatinya ingin menghimpun dan mengolah energi rivalitas partai politik dan ideologi politik menjadi energi atau kekuatan positif.
Namun beliau tidak menghitung dibalik cita cita dan niat baik untuk menyatukan mereka, sesungguhnya ada sesuatu yang tidak bisa disatukan..
Apakah itu?
Yaitu nilai moral dan nafsu berkuasa.
Fakta inilah yang membuat akal sehat dan proyeksi masa depan serta kepentingan bangsa yang lebih besar terakuisisi oleh kepentingan politik golongan dan sektarian…
Sejak dewan Konstituante gagal merumuskan konstitusi baru pengganti UUDS 50, pertama, Militer yang dalam hal ini AD, merasa perlu untuk mengusulkan agar Sukarno mengeluarkan kebijakan politik untuk mengembalikan UUD 45 sebagai konstitusi negara,
Kedua.. Polemik di tubuh Dewan Konstituante akan berpotensi memicu terjadinya Kerawanan sosial ditingkat konstituen yang berimplikasi pada sentimen politik terhadap para partisan pendukung partai tertentu.. Partai Islam vs partai nasionalis, partai Islam vs partai Komunis..
Maka kemudian Sukarno memenuhi usulan pihak Militer yang digagas oleh KASAD Letjen Nasution, untuk kemudian dituangkan dlm sebuah dekrit presiden 5 Juli 1959, disusul dengan pembubaran Dewan Konstituante dan parlemen hasil pemilihan umum 1955, kemudian negara diberlakukan darurat perang, sistem Parlemen di ganti menjadi sistem Presidential absolut lewat demokrasi terpimpin dengan poros Nasakom yang berfungsi sebagai kekuatan politik penyeimbang..
Ini sebuah rentetan peristiwa semenjak Sukarno menjadi episentrum kebijakan politik negara, terutama Sukarno pasca dekrit pemberlakuan UUD 45 pada 5 Juli 1959, dia juga mendeklarasikan poros nasakom yang sejatinya merupakan gagasan lama yang bersemi kembali pasca gagal nya sistem parlementer..oleh Sukarno dijadikan satu paket politik, demokrasi Terpimpin disokong oleh poros NASAKOM dan berjalan di atas rel manipol usdek sebagai garis garis besar haluan negaranya.
Atas rentetan kebijakan politik inilah kelompok yang pro pancasila dan kontra komunis, terdiri dari birokrat Militer dan politisi merasa perlu untuk menggagas sistem politik Antisipatif menghalangi diadakannya pemilu ke dua setelah pemilu pertama 1956, yang menurut kalkulasi politik mereka jika pemilu diadakan di pertengahan 1960, besar kemungkinan PKI akan meraih suara terbesar menggeser PNI dan partai Islam yang mulai gembos. Maka di ambilah sebuah kebijakan untuk mengamankan negara dari kemungkinan terjadi pemilu. Birokrat sipil dan Militer yang anti komunis berkolaborasi dengan parlemen membuat ketetapan no 3 tahun 1963..tentang pengangkatan presiden seumur hidup.
Tokoh tokohnya di antaranya mayor sayidiman ketua SOKSI
Disusul th 1964 mendirikan sekber Golkar, dengan tujuan yang sama, membendung pengaruh komunis di birokrasi dan pemerintahan
Penggagas nya jenderal Nasution.(*)