DPC BIDIK Kota Metro Minta Dinas PUTR Dan RS Mardi Waluyo Kembalikan Bangunan Trotoar Sebagai Hak Pejalan Kaki

DPC BIDIK Kota Metro Minta Dinas PUTR Dan RS Mardi Waluyo Kembalikan Bangunan Trotoar Sebagai Hak Pejalan Kaki

Kota Metro,-(Lensanaga.id)DPC BIDIK Kota Metro meminta Dinas PUPR dan Rumah Sakit Mardi Waluyo untuk bertanggung jawab atas hilangnya bangunan trotoar didepan pagar Rumah Sakit Mardi Waluyo (Jalan Utama) di Jln.Jendral Sudirman yang merupakan hak pejalan kaki.

Dari hasil investigasi tim DPC BIDIK Kota Metro dilokasi, panjang bangunan trotoar yang hilang terhitung kurang lebih 116 meter. Selain trotoar, beberapa kendaraan juga terlihat telah melakukan pelanggaran larangan parkir disepanjang pagar RS. Ketua DPC BIDIK Kota Metro Rio Ellen Novebri mengatakan, sebelumnya persoalan ini sudah pernah dikonfirmasikan oleh pihak RS, pihak RS mengatakan bahwa pembongkaran dilakukan berdasarkan surat rekomendasi yang dikeluarkan oleh Dinas PUTR.

” Memang benar dari pihak Rumah Sakit sudah menerima surat rekomendasi dari Dinas PUTR Kota Metro, yang mana bunyi surat tersebut adalah rekomendasi pembongkaran drainase, bukan pembongkaran trotoar, tapi fakta dilapangan kenapa trotoar ini juga turut dihancurkan dan hilang tak berbekas ? Trotoar ini hak pejalan kaki, aset bangunan negara disini yang hilang ” Tegas Rio.

Rio juga menduga adanya permainan antara Dinas dan pihak RS dalam mengeluarkan surat rekomendasi tersebut.

” Ya dugaan kita mengarah adanya cuan untuk melancarkan surat rekomendasi yang dikeluarkan tadi, semestinya kan dari awal dinas sudah bisa mencegah kalau memang terjadi bangunan trotoar ini dibongkar, ini berada di jalan utama, tapi seperti dibiarkan dan terkesan tutup mata aja ” Kata Rio

Lebih lanjut DPC BIDIK Kota Metro rencananya akan meminta klarifikasi kepada Dinas PUTR tentang kejelasan surat rekomendasi yang dikeluarkan kepada RS.

” Kita akan konfirmasi dan meminta klarifikasi terlebih dahulu dengan dinas, mengingat surat rekomendasi ini dikeluarkan pada tahun 2016 maka siapa yang berwenang untuk memberikan penjelasan untuk persoalan ini nanti. Kalau nantinya kami tidak mendapatkan jawaban atas ini maka kami akan layangkan surat pengaduan kepada pihak yang berkompeten yakni APH. Simpel aja kok yang kami minta dari DPC, kembalikan Fungsi Trotoar yang merupakan hak pejalan kaki ” Ucap Rio.

Sebagaimana diketahui, trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di antara fasilitas-fasilitas lainnya seperti: lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”).

Penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung (termasuk trotoar) di atas diselenggarakan oleh pihak pemerintah bergantung pada jenis jalan tempat trotoar itu dibangun (Pasal 45 ayat (2) UU LLAJ) :

a. Untuk jalan nasional, diselenggarakan oleh pemerintah pusat;

b. Untuk jalan provinsi, diselenggarakan oleh pemerintah provinsi;

c. Untuk jalan kabupaten dan jalan desa, diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten;

d. Untuk jalan kota, diselenggarakan oleh pemerintah kota;

e. Untuk jalan tol, diselenggarakan oleh badan usaha jalan tol.

Penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ. Ini artinya, trotoar diperuntukkan untuk pejalan kaki, bukan untuk orang pribadi.

Lebih lanjut dikatakan dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h UU LLAJ bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan.

Masih berkaitan dengan trotoar sebagai perlengkapan jalan, berdasarkan Pasal 28 ayat (2) UU LLAJ, setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan.

Ada 2 (dua) macam sanksi yang dapat dikenakan pada orang yang menggunakan trotoar sebagai milik pribadi dan mengganggu pejalan kaki:

1. Ancaman pidana bagi setiap orang yang mengakibatkan gangguan pada fungsi perlengkapan jalan adalah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah) (Pasal 274 ayat (2) UU LLAJ); atau

2. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, fasilitas Pejalan Kaki, dan alat pengaman Pengguna Jalan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) (Pasal 275 ayat (1) UU LLAJ).

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (“PP Jalan”). PP Jalan ini salah satunya mengatur tentang bagian-bagian jalan yang meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan (Pasal 33 PP Jalan).

Berdasarkan Pasal 34 ayat (1) PP Jalan, ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. Lebih lanjut, ruang manfaat jalan itu hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya [Pasal 34 ayat (3) PP Jalan].

Fungsi trotoar pun ditegaskan kembali dalam Pasal 34 ayat (4) PP Jalan yang berbunyi:

“Trotoar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.”

Hal ini berarti, fungsi trotoar tidak boleh diselewengkan dengan cara apapun, termasuk dimiliki secara pribadi dengan alasan trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan kaki.(red/Tim)

Loading

Redaksi
Author: Redaksi

Related posts

Leave a Comment